Breaking News

KEBAHAGIAAN HARUS DIUPAYAKAN


BERSUAMIKAN Pandji Soenarja (alm), mantan Atase Pertahanan Angkatan Udara yang juga sempat menjabat Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), yang kini telah almarhum, membuatnya mesti siap bermukim di berbagai kota di luar negeri.

Namun, di sana pula ia tetap produktif berkarya.

Ia tetap melukis kipas pesanan dan mendesain dekorasi pernikahan, terutama buat warga Indonesia di tempat ia tinggal. Kepiawaiannya mengatur waktu untuk tetap produktif sembari membesarkan empat anak itu membuatnya sempat menjadi ketua organisasi perwakilan istri para atase di kawasan Asia-Afrika. “Saat itu saya sedang mendampingi suami di Kairo, Mesir. Kami di sana dari 1972 hingga 1975,“ kata Meis yang mengaku jatuh cinta pada Kairo.

“I left my heart there. Aduh, saya senang sekali dengan Kairo, terutama kebudayaannya,“ ujar Meis yang mewujudkan cintanya pada Kairo dengan merancang sendiri desain interior rumahnya dengan nuansa Timur Tengah.

Ketika mendampingi sang suami yang berkarier di dunia politik, Meis mengaku banyak mengaplikasikan pengalaman masa kecil dan remajanya yang juga dibesarkan dalam keluarga yang lekat dengan pusaran kekuasaan.Ayahnya, Johannes Leimena, ialah wakil perdana menteri di era pemerintahan Presiden Soekarno.

Kendati sibuk dengan berbagai aktivitas politik, sang ayah tetap dekat dengan anak-anaknya. Sang ayah yang Ambon dan ibu dari kultur Sunda berpadu kompak membesarkannya dengan penuh kehangatan.

Pola interaksi dan penanaman nilainilai positif keduanya, lanjut Meis, berpengaruh besar pada pola pikir dan gaya hidupnya.

“Saya diajarkan tidak mendendam, selalu menanamkan pikiran positif, gembira, damai, dan tenang. Itu mungkin yang membuat saya belum perlu menggunakan kacamata untuk membaca,“ kata Meis yang ditinggal mangkat sang suami pada 1959.Kumpul lalu berpisah Pola asuh serupa, kata Meis, coba ditanamkan pada anak-anaknya, yang salah satunya tinggal serumah dengannya. Namun, selain rutin berkumpul dengan empat anak dan tiga cucunya, Meis juga menjalin kehangatan dengan teman-teman seangkatannya.

“Kumpul keluarga besar kalau ada yang ulang tahun, dan itu setiap bulan ada saja yang ulang tahun, ramai dan hangat,“ kata Meis. Dengan kawan-kawannya, Meis rutin bersua setiap tiga bulan sekali.“Di rumah siapa gitu. Di pertemuan itu, satu per satu sudah enggak kelihatan (karena sudah meninggal), sudah sepuh-sepuh sih,“ kisahnya.

Meski begitu, Meis mengaku tetap memelihara daya hidupnya dengan rutin mengonsumsi vitamin E dan suplemen Omega. “Satu lagi, minuman buah pace, sebelum makan dan sebelum tidur. Yang paling penting, tentu olahraga dan cukup tidur. Hati dan iman berserah, bukan pasrah, jadi harus bersyukur.

Saya sekarang tiap bulan periksa jantung. Tidak pernah mandi pakai air panas kecuali sedang sakit,“ ujarnya mengurai kiat hidup sehatnya.Beda tak perlu drama Bagi Meis, gaya hidup aktif memang bukan cangkokan. Di usia remaja, ia bahkan sempat menjadi atlet lompat tinggi, lari, dan lompat jauh. “Almarhum suami juga sempat ketagihan main tenis di usia yang tak lagi muda karena ketularan saya,“ kata Meis.

Sehat, kata Meis, bukan cuma di raga. Hati dan pikiran pun mesti selalu mengupayakan kebahagiaan, termasuk menghadapi perbedaan besar.Menikah berbeda keyakinan dengan sang suami tak membuat keluarganya penuh drama.

“Kami saling silih asah, asuh, menghormati. Ketika suami puasa, saya kerap ikut. Begitu pula ketika saya merayakan Natal, suami ikut memeriahkannya. Saat tinggal di Mesir, ia kerap menghadiri ceramah agama Islam yang dilakukan oleh mahasiswa Al-Azhar Kairo.

“Akhirnya pas saya merayakan Natal, mereka datang bawa bunga, itulah wujud kita saling menghormati,“ kisah Meis. (*/M-1)

Sumber : MI/5/03/2015/Halaman 11

Tidak ada komentar