Breaking News

PEKARANGAN SEMPIT BUKAN PENGHAMBAT


Warga Cengkareng Timur yang tidak punya pekarangan luas tetap menghijaukan lingkungan sambil berkebun sayuran dengan sistem hidroponik.

MEMILIKI lahan minim bukan lagi menjadi kendala untuk berkebun.Sebab, kini beragam teknik urban farming terus dikembangan. Masyarakat perkotaan yang pekarangannya sempit pun bisa memiliki kontribusi menghijaukan lingkungan sekitar.

Jika ingin belajar bagaimana teknik berkebun di atas lahan sempit, luangkan saja sedikit waktu bertandang ke kebun hidroponik yang berada di Jalan Akasia RT 15 RW 12, Kelurahan Cengkareng Timur, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.

Dengan memanfaatkan seperempat taman seluas 800 meter, warga RW setempat menanam beraneka ragam jenis sayuran konsumsi, antara lain sawi, pokcay, selada air, dan kangkung.

“Semula kebun hidroponik kami berada di lahan milik PLN. Berhubung lahan tersebut mau digunakan, Camat Cengkareng membantu warga untuk memindahkan kebun kami ke area taman di tengah permukiman warga,“ kisah Ketua RW 12 Lylo Basuki, 56, kepada Media Indonesia , beberapa waktu lalu.

Kakek dari tiga cucu itu mengatakan, ia mulai terusik untuk berkebun hidroponik ketika melihat kondisi permukiman di wilayahnya minim penghijauan. Menurutnya, warga bukan tidak mau memelihara tanaman, namun tempat tinggal yang sempit ditengarai menjadi penghambat.

Kegelisahannya kemudian ia sampaikan ke sejumlah warga lainnya yang juga memiliki perhatian terhadap lingkungan. Dari situlah mereka kemudian bekerja sama dengan Gereja Regina Caeli dan Lembaga Dharma Daya Indonesia (LDDI) membangun kebun hidropik. Teknik hidroponik dipilih untuk dikembangkan karena memiliki sejumlah kelebihan bila dibandingkan dengan sistem berkebun tradisional.

“Hidroponik merupakan teknik menanam tanpa menggunakan media tanah. Penumpu utamanya itu air. Dari segi perawatan lebih simpel, tidak harus selalu diperhatikan,“ ujar warga yang tinggal di Kelurahan Cengkareng Timur sejak 1974 tersebut.

Di lain sisi, sistem bertanam hidroponik dinilai dapat mengatasi persoalan warga yang rumahnya kerap kebanjiran. Sebagai gambaran, kawasan RW 12 yang terdiri dari 15 RT dan dihuni kurang lebih 5.000 jiwa itu berdekatan dengan Kali Apuran. Ketika musim hujan tiba, permukiman di wilayah tersebut selalu dilanda banjir yang sekaligus merusak tanaman yang mayo-ritas ditanam dalam pot.

“Tanaman hidroponik juga bebas banjir, karena bisa disusun vertikal, bisa ditempel di dinding seperti vertical garden, dan bisa juga disusun dalam satu rangkaian yang berdiri sendiri,“ jelas Lylo.

Bernilai ekonomis Saat Media Indonesia berkunjung, kebun hidroponik yang dirintis pada September 2014 itu bernaung dalam green house dengan dinding berbahan kain kasa dan atapnya terbuat dari kanopi tembus pandang yang dapat diterobos sinar matahari. Kebun itu se-ngaja dibuat berkonsep green house agar tanaman tidak mudah rusak akibat terkena hujan.

Di tempat seluas 12 x 8 meter tersebut sayuran berwarna hijau tampak disusun vertikal dan tumbuh pada 1.200 lubang pipa paralon yang terdiri dari tiga baris. Di dalam lubang terdapat busa (sponge) yang berfungsi untuk menyerap air yang mengalir di pipa.

“Pengairannya menyerupai sistem aquaponik. Air akan terus mengalir dengan bantuan pompa yang biasa dipakai dalam aquarium. Bila listrik mati, tidak masalah, asalkan jangan lebih dari 24 jam. Jika itu terjadi, kami harus menyiram secara manual,” kata Agus Karyadi, yang sehari-hari bertugas merawat tanaman di kebun hidroponik. Ia menambahkan, sayuran di kebun tersebut sudah bisa dipanen pada umur 30 hingga 40 hari.

Email : tesa@mediaindonesia.com 
Sumber : MI/7/02/2015/Halaman 25