MENGABDI SAMPAI MATI
Hanya segelintir orang yang rela meluangkan waktu, pikiran, tenaga bahkan materinya demi orang lain. Tiga narasumber Kick Andy kali ini adalah bagian dari segelintir orang tersebut. Tanpa mengenal lelah dan pamrih, mereka mengabdi. Mengabdi demi kesehatan masyarakat, mengabdi demi kesejahteraan masyarakat, mengabdi demi kecerdasan anak-anak desa, mengabdi demi negeri tercinta, Indonesia.
Rizali Harris Nasution menjadi tamu pertama Andy Noya. Pria berusia 62 tahun ini adalah seorang dokter spesialis gizi terapan. Sejak meraih gelar dokter pada tahun 1979, Rizali memilih untuk terjun langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat kurang mampu di beberapa daerah di luar kota Medan. Bersama ayahnya, Rizali mendirikan Yayasan Humaniora pada tahun 1983. Melalui yayasan ini, Rizali semakin gencar melakukam kegiatan kesehatan dan bahkan berkembang hingga sektor pendidikan dengan mendirikan perpustakaan gratis.
Selain peduli kepada kesehatan masyarakat, Rizali juga peduli terhadap kesejahteraan mereka. Prihatin atas banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, Rizali kemudian menjalankan program micro finance atau keuangan micro, yaitu berupa pinjaman lunak sebagai modal usaha. Melalui Koperasi Pokmas Mandiri yang ia dirikan pada tahun 1999, Rizali telah membantu lebih dari 45 ribu perempuan, dimana lebih dari 50% telah terentas dari kemiskinan.
Pengabdian berikutnya dilakukan oleh seorang pensiunan TNI bernama Fransisco Ximenes. Pria asal Timor Timur yang memilih tetap menjadi warga negara Indonesia ini, adalah motor penggerak bagi sesama pengungsi asal Timor Timur, atau yang di kenal dengan istilah ‘warga baru’ di daerah Naibonat, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Setelah bantuan pemerintah kepada para pengungsi berhenti pada tahun 2003, Bapa Sico berinisiatif untuk menggerakkan masyarakat agar bisa mandiri dan produktif.
Ia mengusahakan tersedianya air bersih melalui sumur bor, serta melakukan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pertanian, peternakan hingga kewirausahaan. Ia juga tercatat sebagai komite di 4 sekolah dan selalu mengingatkan pentingnya pendidikan kepada anak-anak ‘warga baru’.
Narasumber terakhir adalah seorang pria asal Bima, Nusa Tenggara Barat, bernama M. Saleh Yusuf namun akrab disapa Alan. Pria berusia 42 tahun ini adalah seorang sopir bus malam. Ia telah menekuni profesi ini lebih dari sepuluh tahun.
Pengalamannya menjadi sopir yang melewati beberapa wilayah di Indonesia, membuat Alan sadar bahwa desa tempat tinggalnya sangat jauh tertinggal.
Didorong rasa keprihatinan, Alan kemudian mendirikan sekolah gratis bernama Madrasah Ibtidiyah Swasta Darul Ulum, di kampung halamannya di Dusun Tololai pada tahun 2008. Kini, MIS Darul Ulum memiliki 100 siswa dan 15 staf pengajar.
Dengan mengandalkan penghasilan sebagai sopir, Alan menanggung seluruh biaya operasional sekolah termasuk gaji para guru. Harapannya hanya satu, yaitu agar anak-anak Desa Tololai tumbuh menjadi anak-anak cerdas dan bisa meraih segala mimpinya.
Tidak ada komentar