Breaking News

MENGELOLA LIMBAH JADI PAKAN TERNAK


"Hasil riset tersebut perlu dikembangkan dalam skala operasional dalam bentuk pilot project pada beberapa lokasi pengembangan sesuai dengan topik riset yang dihasilkan." Budi Leksono Peneliti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

DI tangan Budi Leksono, limbah yang dinilai tak berarti akhirnya berubah jadi pakan ternak. Berkat hal tersebut, peneliti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu diganjar Pertamina Award 2014 kategori Riset Sobat Bumi, penghargaan bagi penelitian yang `menghijaukan' bumi.

Semua bermula dari keresahannya melihat limbah padat dari industri minyak nyamplung (calophyllum inophyllum L) yang semakin menggunung Limbah berupa bungkil ini bisa berbobot hingga 50% dari berat biji nyamplung kering yang kemudian dipres sebagai bagian dari proses pengolahan biodiesel.
Melihat fisik dan aroma bungkil nyamplung yang wangi, Budi akhirnya memiliki ide untuk menganalisanya sebelum tumpukan limbah bungkil nyamplung berbalik merugikan lingkungan.

Peneliti utama di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman DI Yogyakarta tersebut pun mulai bergumul dengan limbah ini sejak 2012 di Laboratorium Biokimia Nutrisi Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Dua tahun kemudian, pada Juli 2014, penelitian limbah minyak nyamplung menjadi makin intensif.

Budi mengisahkan, dari riset yang dilakukan di Desa Patutrejo, Grabag, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah itu ia menemukan bahwa kandungan protein kasar pada bungkil nyamplung sangat tinggi (21-23%).Kandungan protein kasarnya bahkan lebih tinggi dari bekatul (11-13%) yang biasa digunakan sebagai konsentrat pakan ternak.

Namun secara teoritis, bungkil nyamplung memenuhi persyaratan sebagai pakan ternak.Masyarakat Desa Patutrejo yang sebagian besarnya bekerja sebagai peternak bak gayung bersambut bagi temuan Budi.

Apalagi, harga bekatul semakin mahal saat itu, mencapai Rp3.000/ kg. Muncul pemikiran di benak peraih gelar doktoral dari Universtitas Tokyo, Jepang itu untuk memanfaatkan bungkil nyamplung yang menumpuk sebagai pengganti pakan ternak, sekaligus meningkatkan nilai tambah limbah yang dihasilkan dari industri minyak nyamplung sebagai modal pengolahan minyak nyamplung.

Konsep Budi tersebut juga merupakan salah satu alternatif teknologi yang berorientasi pada konsep zero waste dalam pembuatan pakan lengkap (complete feed) dengan memanfaatkan limbah agroindustri sebagai bahan bakunya.

Transfer teknologi tepat guna kepada Kelompok Tani Setya Kawan di Desa Patutrejo dalam pembuatan pakan lengkap `burger' fermentasi, desain kandang joglo yang dapat menampung kotoran, pupuk organik cair (POC) yang mengandung hara tinggi, plus tanaman unggul nyamplung dengan rendemen minyak tinggi pun dilakukan.

Sebagai hasilnya, kambing yang mengonsumsi pakan `burger' ini mengalami peningkatan berat badan signifikan, hampir 200 gram per hari dengan kondisi badan sehat, cepat gemuk.Usia `panen' kambing makin singkat pula, cukup tiga hingga bulan.

Di sisi lain, masyarakat desa mendapatkan pengetahuan tambahan dan menjaga kelestarian lingkungan di saat bersamaan. Sebagai tindak lanjut dari penyelenggaraan Pertamina Award ini Budi berharap, hasil riset tersebut agar makin membumi dan memberikan dampak kepada masyarakat dalam skala yang lebih luas.

“Hasil riset tersebut perlu dikembangkan dalam skala operasional dalam bentuk pilot project pada beberapa lokasi pengembangan sesuai dengan topik riset yang dihasilkan,“ ucapnya.(Xan/S-25)

Sumber : MI/27/02/2015/Halaman 3

Tidak ada komentar