Breaking News

SANG PENULIS, PELAYAN DALAM SEBUAH TAYANGAN


Terkadang menciptakan imajinasi begitu sulit. Namun, bagi para penulis skenario sinetron stripping, itu begitu mudahnya. Imajinasi selalu berkejaran dengan waktu dan harus dirangkum menjadi sebuah cerita yang menarik.

AKTU menunjukkan pukul 03.00 dini hari, Rabu (18/3), empat penulis alur cerita baru saja terlelap tidur setelah sejam sebelumnya mengirim tulisan kepada kepala penulis. Sekitar pukul 10.00, mereka kembali bergelut dengan penulisan cerita.

Di sisi teras apartemen di bilangan Jakarta Barat, Yanti Puspitasari, 42, tetap terjaga fokus pada layar laptop 15 inci keluaran pabrikan Amerika. Ia ialah kepala penulis dari tim kecil yang dimilikinya bersama Joni Faisal, 41, Reki Jayusman, 23, Ade Budiman, 32, dan Amartha Cintarama, 23. Di teras itu rupanya ia sedang membuat skenario dari tulisan yang baru saja diterima. 

Beragam dialog dikerjakan, bahkan lebih dari satu judul. Tiap judulnya berjatah satu episode sinetron. Jumlah halamannya bisa mencapai 75 halaman dari 12-15 halaman alur cerita yang berhasil dikembangkan.

Waktu yang dibutuhkan untuk satu episode 5-6 jam per hari untuk membuat alur cerita. Kemudian 5-6 jam berikutnya untuk menyelesaikan naskah lengkap. Waktu istirahat untuk merebahkan badan tak lebih dari 2 jam untuk Yanti.

Sejak tahun 1993 ibu dua anak itu telah memulai kariernya sebagai penulis skenario sinetron. “Namun, kisah yang saya buat tidak memengaruhi kehidupan pribadi saya. 

Semua berdasarkan ide dan berimajinasi. Saya banyak membaca dari berbagai literatur,” ujarnya memastikan.

Sejak sinetron kejar tayang (stripping) dimulai tahun 1998, Yanti merupakan pionir untuk penulis naskahnya dengan sinetron bertajuk Doaku Harapanku yang diproduksi oleh Multivision Plus.
Tren sinetron stripping pun mulai menjadi tren untuk edisi Ramadan. Ia pun menjadi penulis langganan Multivision Plus selama tak kurang dari 11 tahun. Tren stripping pun berimbas pada industri sinetron lain di luar Ramadan.

Saat ini ia tengah mengerjakan sinetron bertajuk 7 Manusia Harimau produksi SinemArt yang tayang di RCTI setiap hari sejak 8 November 2014. Di waktu yang bersamaan ia tengah menggarap sinetron Hijab In Love yang berhenti tayang sejak bulan lalu.

Ketika keadaan genting datang, semisal aktor atau aktris yang tidak bisa ikut syuting, penulis skenario harus siap mengubah alur ceritanya. “Bila ada aktor yang sakit kami pun harus menyiasati dengan membuat alur cerita baru,” jelasnya.

Saat mengerjakan Jilbab in Love, Yanti sempat merasa ingin mengundurkan diri karena kerap mendapat rekan kerja yang memanfaatkan ide-idenya. Dalam konteks industri, dirinya mengaku siap bersaing dengan kreativitas. Namun, kalau harus berhubungan dengan orang yang suka dari belakang tersebut, menjadikan alasan besar untuk mengundurkan diri.

Namun, niat itu urung dilakukan karena mendapat nasihat dari pemilik SinemArt, Leo Sutanto. “Kalau setiap ada rintangan kamu mundur, kamu tidak akan jadi apaapa,” kata Yanti menirukan perkataan Leo. 

Mengorbankan kehidupan normal sebagai manusia. Yanti memutuskan bercerai dengan Agam Suharto yang juga berprofesi sama dengan dirinya pun lantaran waktunya yang didedikasikan untuk pekerjaannya.

Ketika ayahnya pun meninggal 7 tahun silam, Yanti tidak lepas dari pekerjaannya menulis. Ia memang dibantu beberapa rekannya sebagai asisten penulis untuk menyelesaikan naskah yang diajak ke tempat jenazah disemayamkan. “Saat saya berdoa pun, rekan saya masih bertanya soal naskah dan saya harus tetap kontrol,“ kenangnya.

Hal serupa sempat dialami Donna. Sebelum nikah, dirinya mengaku tidak punya waktu untuk keluarga. “Bangun tidur yang dipikirin langsung deadline skenario, rating, meeting, preview, dan lain-lain. Saya jadi jarang datang ke acara-acara keluarga,“ akunya.

Ia kemudian berani mengambil sikap setelah menikah, “Mau tidak mau, saya harus prioritaskan keluarga juga. Sedangkan materi tidak akan ada habisnya kalau dicari.“

Walaupun mengurangi intensitas kerjanya, Donna kini tetap menjadi kepala penulis. Ia membatasi jam kerjanya. Lepas pukul 19.00 jangan harap bisa melakukan pertemuan pekerjaan dengannya. “Itu pun tidak tiap hari. Hari lainnya saya meeting dengan tim menggunakan google drive.

Sejauh ini tidak ada kendala,” ungkapnya saat dijumpai Media Indonesia, kemarin lusa.
Risiko bukan hanya menyelimuti batin.

Bila dilihat dari segi kesehatan, risiko untuk sakit sangat besar mengingat jam istirahat yang tidak beraturan. Untuk menyiasati hal itu, Yanti mendatangkan suster untuk memberikan infus vitamin.

Padahal, nilai sejumlah Rp9,5 juta menjadi angka kisaran yang didapatkan para penulis skenario sinetron tiap episode. Jika sedikitnya tim penulis empat orang, Yanti hanya menerima Rp7,5 juta, itu pun harus dikurangi dengan membayar gaji asisten rumah tangga, konsumsi sehari-hari untuk, perawatan kesehatan mereka. Namun, ratarata sinetron stripping memiliki lebih dari 100 episode per judul.

Yanti sendiri tidak hanya menggarap satu judul. Di samping itu ia juga menerima proyek untuk menulis buku biografi . Di balik risiko itu semua, ada misi mulia yang dilakukan. Ia merangkul para penulis muda untuk terlibat di dalam pekerjaannya. Baginya ilmu harus dibagi dan diberikan sebanyakbanyaknya kepada orang lain. (M-2)

Sumber : MI/22/03/2015/Halaman 6